Jumat, 17 Mei 2013



UNTUKMU


Aku tak pernah tahu bagaimana meluluhkan hatimu
Meski hati kecilku menggumam kata
Masih tak mampu kuterjemahkan dalam satu bait syair
Apatah lagi dalam sebuah lagu
Yang dengannya kita berdendang
Melupakan sejenak penatnya kehidupan

Ketika tak satu bintang pun mampu terangi
Biarkan aku menjadi api
Yang membakar segala ego pasti
Tapi,
 jangan sekali-kali kau sentuh aku
Karena itu kan menyakitimu
Cukuplah kau izinkan aku menyala
Akan kuhadirkan untukmu cahaya
Agar kau tegar berjalan
di saat gelapmu

Maka,
Bila telah sampailah di penghujung langkah
Tinggal kau hembus saja
Atau siramlah dengan air kasihmu
Maka kurelakan diriku
Mati…

Kamis, 16 Mei 2013

SEGELAS PERADABAN

Pernah dalam kegiatan pramuka bertajuk Jambore Nasional zaman SMP dulu, sempat kuikuti kegiatan caving ke goa petruk di Kebumen Jateng. Baru sekali itu aku menginjakkan kaki pada sebuah ruang yang disediakan alam ini. Takjub, pasti. Senang, apalagi bersama banyak teman dari berbagai latar daerah Indonesia. Dari sini pulalah kisah khas seorang remaja dalam percintaan dimulai. Tapi aku takkan membahasnya di sini, mungkin lain kali... ^_^

Ketika semakin dalam menelusur sisi goa itu, banyak hal indah tersaji yang belum pernah kujumpai di duniaku selama ini. Stalaktit, stalakmit terbentang di sepanjang perjalanan. Sekali waktu  harus kuceburkan diri ke sungai dalam goa ini tuk dapat meneruskan misi, karena tak ada jalan lagi. Sungai yang masih sangat alami mengalirkan deranya air, sangat segar. Jangkrik ternyata hidup pula di sini. Tak banyak kawanannya. Raut rupanya sungguh beda dengan yang pernah kujumpai sebelumnya di luaran. Begitu juga dengan karakternya. Ia lebih ganas. Entah mungkin kegelapan telah menjadikannya seperti itu. Tak kubayangkan jika harus kulalui hidup dalam atmosfer yang begitu.

Dari awal persiapan memasuki goa dan disepanjang penyusuran, pemandu kami selalu mengingatkan bahwa goa ini masih alami. Karenanya kami mesti benar-benar diminta menjaga kealamiannya. Tiga hal yang selalu kami ingat:

Take nothing but pictures

Leave nothing but footprints

Kill nothing but time

Slogan yang pasti sangat populer di kalangan pecinta alam, dan mestinya di masyarakat umum juga. Sayangnya itu hanya slogan yang kaya akan makna tapi miskin penerapan. Aku menemukan sepasang sandal jepit yang sudah putus di dalam goa, teronggok begitu saja. Arrrggghh...mengganggu pemandangan saja. Sebenarnya malas mengurusinya, harusnya aku kan menikmati keindahan perjalanan ini. Take nothing but picture. Tapi kalau ku biarkan, serasa tak ada tanggung jawab. Ini kan sampah. Sudahlah biar kucangking sandal butut belepotan lumpur ini. Setibanya di luar, kulihat teman-teman tak banyak yang membawa sampah atau benda-benda "aneh" dari dalam goa seperti yang kutemukan. Mungkin di tempat ini banyak yang menjunjung slogan tadi.

Aku masih selalu ingat slogan itu hingga kini. Dan sampai kini banyak pula kumenemukan kekecewaan. Alam yang mesti kita jaga ini, ternyata lebih banyak dieksploitasi. Kita yang semestinya meninggalkan jejak pelestarian, nyatanya lebih banyak yang meninggalkan kerusakan. Sampah-sampah berserakan di jalanan. Waktu memang telah kita gunakan, tapi lebih banyak untuk memenuhi hasrat dan nafsu duniawi.

Gelas-gelas plastik kini banyak menghias peradaban. Tempat mereguk kenikmatan, menghilangkan dahaga keserakahan. Lalu ia terbuang dalam rongsokan zaman.